Skip to main content

Sedekah Hari Jumat

Oleh: Adhy SuryadiPada: Desember 29, 2019

Sedekah Hari Jumat

Selepas Jumatan, Ayut tidak langsung pulang tapi duduk dulu di teras masjid.

"Ngadem dulu ah..." ujarnya dalam hati sambil ngipas-ngipas baju koko yang dipakainya karena memang hari ini matahari sangat terik memancarkan sinarnya, seperti sedang marah atas segala kerusakan yang telah manusia perbuat di bumi.

Tampak seorang kakek tua keluar dari dalam mesjid, usianya sekitar 75 tahunan dan jalannya sudah agak membungkuk berjalan menuju tempat wudlu.

Di tempat wudlu ada sebuah meja yang memang dipersiapkan oleh pengurus mesjid bagi jamaah untuk menyimpan bawaannya.

Di atas meja tampak sebuah dus berisi roti-roti, rupanya dus itu kepunyaan si kakek. Sambil menenteng dus, si kakek tampak kembali lagi ke teras mesjid. Di ujung teras tampak si kakek menawarkan roti-rotinya ke jemaah lain yang keluar mesjid.

Melihat hal itu, Ayut merasa kasihan juga, kemudian dia mendekati kakek itu sambil meraba-raba sakunya.

"Alhamdulillah ada seribu nih..." rupanya ada sisa uang di sakunya sisa inpaq tadi ke keropak mesjid.

"Kek rotinya berapaan?" tanyanya.

"Seribuah nak..." jawab si kakek.

"Wah kebetulan nih, saya beli satu." kata Ayut sambil menyodorkan uangnya. Setelah menerima rotinya, Ayut kembali ke teras mesjid dan memakan rotinya, kebetulan perutnya lagi lapar.

Si kakek tampak menawarkan kembali roti-rotinya ke jemaah yang keluar mesjid. Tidak lama kemudian si Otoy tampak keluar dari mesjid dan menghampiri kakek penjual roti.

"Kek rotinya berapaan satunya?" tanya si Otoy.

"Seribuan nak...." jawab si kakek.

"Saya beli enam ya..." kata si Otoy sambil menyodorkan uang receh enam ribu.

"Tapi rotinya buat kakek aja ya, kan nanti rotinya bisa kakek jual lagi." katanya kemudian.

"Ya Allah alhamdulillah... terima kasih ya nak." tampak mata si kakek berkaca-kaca. Otoy hanya mengangguk dan tersenyum. Ketika Otoy mau mengambil sandalnya, terdengar seseorang memanggilnya.

"Toy... Otoy... sini."

Otoy tengak-tengok mencari sumber suara. Ternyata ada Ayut di teras masjid.

"Oh... iya Yut, ada apa?" tanya Otoy sambil mendekatinya.

"Sini duduk dulu Toy sambil ngadem." kata Ayut sambil mempersilahkan Otoy untuk duduk di sampingnya.

"Tadi aku lihat kamu ngasih uang ke kakek itu ya?" tanya Ayut. Rupanya Ayut memperhatikan Otoy ketika tadi menghampiri kakek penjual roti.

"Iya... kasihan ya...." kata Otoy sambil memperhatikan sang kakek.

"Emang kamu punya uang dari mana? Aku lihat kamu di sekolah tidak pernah jajan." tanya Ayut.

"Oh itu... itu uang jajanku yang dikasih emak. Tiap berangkat sekolah emak ngasih aku seribu buat jajan. Tapi gak aku jajanin, kan sudah makan di rumah. Uangnya aku kumpulin dan setiap hari Jumat aku sedekahkan. Setelah itu aku berdoa agar abah sama emak diberi kesehatan dan rezeki yang barokah." terang Otoy panjang lebar.

"Oh... begitu... pantesan gak pernah lihat kamu jajan." kata Ayut sambil angguk-angguk kepala.

"Terus kenapa gak kamu infaq-kan uangnya ke keropak mesjid?" tanya Ayut lagi seperti penasaran untuk mengetahuinya lebih banyak.

"Kalau keropak masjid kan pasti banyak jemaah yang kasih infaq. Kalau kakek itu belum tentu laku dagangannya Yut. Sebelum Jumatan, tadi aku lihat kakek itu bawa dagangan." kata Otoy menjelaskan.

Di belakang pintu mesjid tampak seseorang tengah berdiri dengan kedua matanya berkaca-kaca. Rupanya abah Otoy tanpa sengaja mendengar percakapan kedua anak itu. Abah merasa sedih dan bangga campur bahagia mengetahui anaknya tidak suka jajan dan menjadi anak yang dermawan.

"Mudah-mudahan engkau jadi anak yang shaleh nak." doa abah dalam hatinya.

Ternyata meskipun kelakuan Otoy suka sontoloyo dan geradak-geruduk, tapi hatinya sangat mulia.

Mudah-mudahan jadi pelajaran buat kita semua.

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar